“Mulai 2015 nanti, WHO melarang penggunaan Mercury untuk seluruh alat kesehatan, kami mencoba untuk merespon hal tersebut dengan memberikan solusi berupa alat tensimeter yang bebas Mercury”, ungkap Aulia Iskandar MT, staff pengajar di SGU yang juga pembimbing riset mahasiswa dalam pembuatan alat tensi meter ini dalam keterangannya, Sabtu (10/11/2012).
Tensimeter Bebas Merkuri
Saat ini hampir di semua Rumah Sakit dan tempat pelayanan kesehatan lainnya di Indonesia masih menggunakan alat pengukur tekanan darah yang mengandung Mercury di dalamnya. Pelarangan oleh WHO nantinya tentu akan berdampak besar bagi operasional sehari-hari di rumah sakit tersebut.Berbeda dengan Tensimeter digital yang juga saat ini sudah banyak beredar, Alat tensimeter yang dikembangkan oleh mahasiswa SGU ini merupakan gabungan antara tensimeter manual dan digital.
“Dengan demikian petugas kesehatan nantinya tidak perlu di training dan melakukan penyesuaian lagi karena mereka sudah terbiasa dengan jenis yang seperti ini,” tambah Aulia.
Peluncuran ini dilakukan disela-sela Konferensi Internasional bidang Teknik Biomedika dan Aplikasi Pengobatan atau International Conference on Biomedical Engineering and Medical Applications yang di langsungkan di German Center, BSD City Tangerang.
Linda Maura Sitanggang, Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Indonesia menyatakan harapannya anak-anak Indonesia mampu mengatasi pembatasan-pembatasan oleh badan dunia tanpa bergantung kepada impor alat-alat dari Luar Negeri.
"Alat tensimeter yang dikembangkan selama kurang lebih 4 bulan ini tidak menutup kemungkinan untuk diproduksi secara massal, mengingat biaya pembuatan dan materialnya yang sangat terjangkau sehingga biayanya bisa di tekan hingga di bawah Rp 500 ribu rupiah per unitnya," tuturnya. Tribun